Senin, 19 Oktober 2009

Tugas Etika Bisnis, Contoh Kasus

Tugas Etika Bisnis
Kelompok 4EA06 : Kinanti MP (11206216)
Amelia (11206152)

Contoh Kasus :Beberapa waktu belakangan ini setidaknya ada dua berita yang membuat kita mempertanyakan apakah etika dan bisnis berasal dari dua dunia yang berlainan. Pertama, melubernya lumpur dan gas panas di xxx, xxx yang disebabkan oleh eksploitasi gas PT XXX. Kedua, produsen obat anti nyamuk YYY, PT YYY ketahuan memakai bahan pestisida yang bisa menyebabkan kanker pada manusia di dalam produk barunya, walau zat tersebut sudah dilarang penggunaannya sejak tahun 2004 lalu.

Dalam kasus pertama, bencana tersebut telah menyebabkan dampak negatif yang luar biasa bagi penduduk dan aktivitas perekonomian di daerah sekitarnya. Tercatat ratusan penduduk sekitar harus mengunjungi rumah sakit, sementara perusahaan tersebut terkesan lebih memperdulikan penyelamatan atas aset-asetnya dibanding berusaha mengatasi masalah lingkungan dan sosial yang ditimbulkannya. Kalau pun pada akhirnya PT XXX bersedia memberikan ganti rugi, terdapat kesan hal tersebut dilakukan dengan terpaksa setelah adanya desakan dari berbagai pihak, termasuk wakil presiden M. Jusuf Kalla. Sementara pada kasus YYY, walau perusahaan tersebut sudah meminta maaf dan mulai menarik produknya dari pasaran, terdapat kesan permintaan maaf tersebut dilakukan dengan setengah hati.

Sebelum kedua kejadian tersebut, kita pernah mendengar kasus pemakaian formalin pada makanan dan pembuatan sambal terasi dengan memakai belatung busuk. Karena dalam kasus-kasus tersebut terlihat jelas bagaimana perusahaan bersedia melakukan apa saja demi laba, wajar bila kita berkesimpulan bahwa di dalam bisnis, satu-satunya etika yang diperlukan hanyalah bersikap baik dan sopan kepada para pemegang saham.

Mengapa pandangan tersebut bisa tumbuh subur? Apakah memang benar etika dan kepentingan perusahaan tidak bisa disatukan?

Memang harus diakui kepentingan utama bisnis adalah menghasilkan keuntungan maksimal untuk para shareholders-nya. Fokus tersebut membuat perusahaan yang berpikiran jangka pendek berupaya dengan segala cara melakukan apa saja untuk menaikkan keuntungan. Tekanan kompetisi karena globalisasi dan konsumen yang semakin rewel sering dijadikan alasan.

Akan tetapi, beberapa akademisi dan praktisi bisnis belakangan ini melihat adanya hubungan sinergis antara etika dan kepentingan perusahaan. Menurut pandangan tersebut, justru di era kompetisi yang ketat ini, etika korporasi mampu menciptakan reputasi baik yang bisa dijadikan keunggulan bersaing (competitive advantage) yang sulit untuk ditiru oleh para pesaing.

Salah satu kasus yang sering dijadikan acuan adalah bagaimana J & J (J&J) memangani kasus keracunan Tylenol di tahun 1982. Pada kasus tersebut, tujuh orang dinyatakan mati secara misterius setelah mengkonsumsi Tylenol di Chicago. Setelah diselidiki, ternyata Tylenol tersebut mengandung racun sianida. Meski penyelidikan masih dilakukan untuk mengetahui siapakah pihak yang bertanggung jawab, J&J segera menarik 31 juta botol Tylenol di pasaran dan mengeluarkan pengumuman secara nasional agar para konsumen berhenti mengkonsumsi produk tersebut sampai ada pengumuman lebih lanjut. J&J juga bekerjasama dengan pihak kepolisian, FBI dan FDA (BPOM-nya Amerika Serikat) untuk menyelidiki kasus tersebut. Hasil penyelidikan membuktikan kasus keracunan tersebut disebabkan oleh pihak lain yang memasukkan sianida tersebut ke dalam botol-botol Tylenol.

Biaya yang dikeluarkan oleh J&J dalam kasus tersebut lebih dari US$ 100 juta. Namun karena kesigapan dan tanggung jawab yang mereka tunjukkan, perusahaan tersebut berhasil membangun reputasi bagus yang masih dipercayai sampai saat ini. Begitu kasus tersebut diselesaikan, Tylenol dilempar kembali ke pasaran dengan penutup yang lebih aman dan produk tersebut segera kembali menjadi pemimpin pasar. Secara jangka panjang, filosofi J&J yang meletakkan keselamatan konsumen di atas kepentingan perusahaan justru berbuah keuntungan yang lebih besar kepada perusahaan.

Berkaca pada beberapa contoh kasus di atas, sudah saatnya kita merenungkan kembali cara pandang lama yang melihat etika dan bisnis berasal dari dua dunia yang berbeda. Penerapan standar etika yang tinggi di perusahaan sebenarnya mampu memberikan keuntungan dalam dua hal sekaligus. Selain untuk membangun corporate image dan reputasi yang bagus, perusahaan juga bisa memandang penerapan standar etika yang tinggi sebagai bagian dari risk management untuk mengurangi resiko jangka panjang perusahaan.

Doug Lennick dan Fred Kiel (2005) dan buku mereka Moral Intelligence, menyimpulkan bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki pemimpin yang menerapkan standar etika dan moral yang tinggi terbukti lebih sukses dalam jangka panjang. Tentu saja yang penting untuk diperhatikan di sini adalah penekanan terhadap kata jangka panjang. Para pemilik modal dan manajer perusahaan yang berpikiran pendek tentu sulit menerima logika ini karena beretika dalam bisnis jarang memberikan keuntungan segera. Karena itu, sistem organisasi terutama sistem insentif harus mempertimbangkan pencapaian prestasi jangka panjang dan penerapan nilai-nilai etika sebagai salah satu faktor penilaian dan promosi. Sistem audit dan kontrol juga harus diperketat untuk mendeteksi secepat mungkin penyimpangan yang terjadi dan menghukum para pelanggar etika tanpa memandang bulu. Kepemimpinan yang menjunjung tinggi etika dan memberi teladan jelas sangat dibutuhkan juga. Tanpa hal-hal seperti itu, etika dalam perusahaan hanyalah omong kosong.

Peran masyarakat, terutama melalui pemerintah, pasar modal, badan-badan pengawasan, LSM, media, dan konsumen yang kritis sangat dibutuhkan untuk membantu meningkatkan standar etika bisnis di Indonesia. Sangat disesalkan, misalnya, kasus penggunaan bahan berbahaya pada obat anti-nyamuk YYY hanya mendapatkan porsi berita ala kadarnya dan seolah-olah berhenti begitu saja.

Senin, 12 Oktober 2009

Kasus 2
MONEY GAME BERMUNCULAN
Oleh : Linda T.Silitonga
Sumber : Bisnis Indonesia (Kamis, 14 September 2006)

Diskusi :
1. Setujukan anda dengan bisnis money game diatas, uraikan argument anda !
Jawab : Kurang setuju, karena seperti yang telah diuraikan & dijelaskan di dalam kasus tersebut praktik money game biasanya hanya menguntungkan pada anggota yang bergabung di awal pendirian usaha itu. Sehingga kurang menguntungkan bagi anggota-anggota yang baru bergabung apabila pasar sudah jenuh & tidak ada anggota baru yang bisa di rekrut. Maka anggota terakhir akan mengalami kerugian.
2. Evaluasilah argument pihak yang terkait dengan bisnis ini.
Jawab : Argumen pihak yang terkait dengan/terhadap bisnis money game, sudah cukup baik. Karena Depdag tidak menolerir praktik money game yang berkedok usaha penjualan langsung/pemasaran berjenjang (MLM). Tetapi pihak yang terkait juga tidak bisa melakukan tinadakan atas praktik money game, karena usaha mereka bukan hanya tercakup dalam usaha yang diatur Depdag/dilarang oleh instansi pemerintah.
3. Evaluasilah mengapa bisnis money game bisa tumbuh subur di Indonesia.
Jawab : Berdasarkan kasus yang telah saya baca, bisnis money game bisa tumbuh subur di Indonesia karena praktik money game di Indonesia selalu berkedok MLM (Multi Level Marketing) sehingga Depdag tidak bisa membedakan bisnis MLM & praktik money game.
4. Haruskah bisnis ini dilarang. Jelaskan argument anda dari sudut pandang “bisnis sebagai profesi yang luhur”
Jawab : Menurut saya bisnis ini tidak harus dilarang asalkan selama masih dalam batas-batas hukum yang berlaku, & sebisa mungkin tidak sampai merugikan pihak-pihak yang terkait.
5. Bagaimana pandangan anda terhadap prinsip etika bisnis “what is legal is ethical”, (asalkan tidak melanggar hukum ya etis)
Jawab : Pandangan saya terhadap prinsip tersebut kurang setuju, karena walaupun suatu bisnis bisa di katakan tidak melanggar hukum tetapi bisa saja merugikan para pelaku bisnis tersebut. Jadi bisnis tidak hanya berpatokan terhadap hukum bisnis/hukum suatu negara tersebut. Tetapi juga harus menghormati para pelaku/masyarakat dalam bisnis tersebut.

Selasa, 29 September 2009

Tugas etika bisnis

Nama : Kinanti Maharani Putri

Kleas/NPM : 4 EA 06 / 11206216

Tugas Mata Kuliah : Etika Bisnis

Kasus 2

MONEY GAME BERMUNCULAN

Oleh : Linda T.Silitonga

Sumber : Bisnis Indonesia (Kamis, 14 September 2006)

Diskusi :

  1. Setujukan anda dengan bisnis money game diatas, uraikan argument anda !

Jawab : Kurang setuju, karena seperti yang telah diuraikan & dijelaskan di dalam kasus tersebut praktik money game biasanya hanya menguntungkan pada anggota yang bergabung di awal pendirian usaha itu. Sehingga kurang menguntungkan bagi anggota-anggota yang baru bergabung apabila pasar sudah jenuh & tidak ada anggota baru yang bisa di rekrut. Maka anggota terakhir akan mengalami kerugian.

  1. Evaluasilah argument pihak yang terkait dengan bisnis ini.

Jawab : Argumen pihak yang terkait dengan/terhadap bisnis money game, sudah cukup baik. Karena Depdag tidak menolerir praktik money game yang berkedok usaha penjualan langsung/pemasaran berjenjang (MLM). Tetapi pihak yang terkait juga tidak bisa melakukan tinadakan atas praktik money game, karena usaha mereka bukan hanya tercakup dalam usaha yang diatur Depdag/dilarang oleh instansi pemerintah.

  1. Evaluasilah mengapa bisnis money game bisa tumbuh subur di Indonesia.Jawab : Berdasarkan kasus yang telah saya baca, bisnis money game bisa tumbuh subur di Indonesia karena praktik money game di Indonesia selalu berkedok MLM (Multi Level Marketing) sehingga Depdag tidak bisa membedakan bisnis MLM & praktik money game.

  1. Haruskah bisnis ini dilarang. Jelaskan argument anda dari sudut pandang “bisnis sebagai profesi yang luhur”

Jawab : Menurut saya bisnis ini tidak harus dilarang asalkan selama masih dalam batas-batas hukum yang berlaku, & sebisa mungkin tidak sampai merugikan pihak-pihak yang terkait.

  1. Bagaimana pandangan anda terhadap prinsip etika bisnis “what is legal is ethical”, (asalkan tidak melanggar hukum ya etis)

Jawab : Pandangan saya terhadap prinsip tersebut kurang setuju, karena walaupun suatu bisnis bisa di katakan tidak melanggar hukum tetapi bisa saja merugikan para pelaku bisnis tersebut. Jadi bisnis tidak hanya berpatokan terhadap hukum bisnis/hukum suatu negara tersebut. Tetapi juga harus menghormati para pelaku/masyarakat dalam bisnis tersebut.